Kadang kamu udah berusaha keras buat berubah, tapi tetap aja
merasa hidupmu nggak bergerak ke arah yang kamu mau. Kamu udah coba cara-cara
baru, aturan hidup baru, sampai kebiasaan baru yang kamu lihat dari orang lain.
Tapi setelah semua itu kamu lakukan, ada momen ketika kamu duduk sendiri dan
bertanya dalam hati, “Kok aku masih ngerasa gini-gini aja, ya?”
Perasaan itu bikin kamu bingung karena kamu nggak tahu
salahnya di mana. Kamu ngerasa udah ngikutin semua langkah yang seharusnya
membawa kamu ke versi diri yang lebih baik. Tapi di balik semua itu, kamu mulai
curiga kalau mungkin kamu bukan tipe orang yang cepat berkembang.
Padahal sebenarnya kamu nggak berhenti. Kamu cuma lagi ada
di fase perkembangan yang nggak kelihatan dari luar. Fase yang semua orang
lewatin, tapi jarang orang mau ceritakan karena terlihat kurang menarik dan
kurang heroik.
Di fase ini, perubahan yang kamu alami kecil banget sampai
kamu nggak sadar kalau kamu sebenarnya udah bergeser. Kamu lebih sabar dari
sebelumnya, walaupun cuma sedikit. Kamu nggak lagi reaktif terhadap hal-hal
sepele yang dulu bisa bikin kamu uring-uringan. Dan kamu mulai bisa bedain mana
yang di luar kendalimu dan mana yang beneran perlu kamu pikirin.
Tapi karena perubahan itu nggak dramatis, kamu nganggepnya
biasa aja. Kamu lupa kalau hal kecil justru yang paling menentukan arah
perjalananmu ke depan. Kamu lupa kalau hal kecil itu sebenarnya bentuk
pertumbuhan yang paling jujur karena lahir bukan dari keinginan untuk terlihat
hebat, tapi dari kebutuhan untuk bertahan.
Di situlah banyak orang salah paham tentang self-growth. “Growth
is not linear.” – James Clear.
Tapi kita terlanjur dibiasakan untuk percaya bahwa segala sesuatu yang tidak
naik berarti menurun.
Mereka mikir berkembang itu harus naik level tiap minggu.
Harus produktif setiap hari. Harus punya pencapaian yang bisa dipamerkan.
Padahal kenyataannya, pertumbuhan yang paling nyata justru datang pada
hari-hari yang kelihatannya membosankan.
Pertumbuhanmu
sering datang diam-diam, tanpa bikin ribut.
Kamu nggak selalu sadar kapan dirimu berubah. Kadang kamu
cuma merasa hidupmu jadi sedikit lebih ringan dari minggu lalu. Kadang kamu
mendadak bisa menerima sesuatu yang dulu kamu lawan habis-habisan. Dan kadang
kamu nggak lagi berusaha keras mengontrol hal yang seharusnya kamu lepaskan
sejak dulu.
Perubahan semacam itu nggak punya momen dramatis. Nggak ada
tepuk tangan. Nggak ada “aku sadar sesuatu hari ini.” Yang ada hanya proses
diam-diam yang terjadi di belakang layar, saat kamu sibuk menjalani hidupmu
tanpa menyadari bahwa kamu udah nggak lagi jadi orang yang sama.
Tapi karena perubahan itu nggak instan dan nggak mencolok,
kamu sering meremehkannya. Kamu jadi berpikir kalau kamu berkembangnya lambat,
bahkan mungkin nggak berkembang sama sekali. Dan itu bikin kamu semakin menekan
diri, seolah kamu harus terus bergerak tanpa jeda.
Padahal kenyataannya, kamu butuh jeda itu untuk memahami
dirimu sendiri.
Kamu boleh berhenti. Kamu boleh lambat. Kamu boleh nggak
tahu mau ke mana. Itu bukan tanda kamu gagal. Itu tanda kamu sedang mempelajari
ritme yang cocok untuk hidupmu sendiri, bukan ritme yang dipaksa oleh tekanan
dari luar.
Dan semakin kamu mengenali ritmemu, semakin kamu tahu kapan
harus maju dan kapan harus diam dulu. Kamu jadi lebih jujur sama diri sendiri
soal apa yang kamu sanggupi. Kamu nggak lagi berusaha memenuhi standar yang
nggak realistis. Kamu mulai paham kalau hidup yang sehat bukan soal cepat, tapi
soal seimbang.
Itu semua perubahan. Tapi karena nggak ada yang melihatnya,
kamu kira itu bukan apa-apa. “Sometimes the most important growth is the one
no one can see.” – Morgan Harper Nichols.
Dan justru karena nggak terlihat, perubahan itu sering jadi yang paling
berharga.
Padahal justru di momen seperti itu, kamu sedang membangun
fondasi yang nggak akan goyang ketika kamu menghadapi hal-hal yang lebih besar
nanti.
Pelan-pelan, kamu mulai sadar kalau naik level itu bukan
tujuan utama. Tujuan utamanya adalah memahami dirimu dulu sebelum naik ke tahap
selanjutnya. Karena tanpa pemahaman itu, kamu cuma akan nambah tekanan baru di
hidupmu tanpa tahu apakah kamu beneran sanggup menjalaninya.
Dan di sanalah kamu mulai menerima kenyataan penting yang
sering kamu lewatkan: self-growth itu bukan kompetisi. Kamu nggak sedang
balapan sama siapa pun.
Kamu cuma mencoba jadi orang yang lebih selaras dengan diri
sendiri.
Sering kali yang kamu butuhkan bukan nasihat besar atau
motivasi yang menggelegar. Yang kamu butuhkan cuma kejujuran yang sederhana.
Kejujuran buat ngaku kalau kamu belum siap. Kejujuran buat ngaku kalau kamu
lagi capek. Kejujuran buat ngaku kalau kamu butuh istirahat dulu sebelum
melangkah lagi.
Itu terdengar sederhana, tapi nyatanya itu salah satu proses
paling sulit dalam perjalanan dewasa.
Karena untuk jujur, kamu harus berani melihat sisi-sisi
dirimu yang kamu hindari. Kamu harus berani menerima bagian-bagian yang kamu
anggap kurang, lemah, atau memalukan. Dan itu nggak pernah mudah.
Tapi justru dari sanalah perubahan besar dimulai.
Kamu mulai berani memilih hal-hal yang bikin hidupmu lebih
sehat. Kamu mulai berani menolak hal-hal yang merugikanmu. Kamu mulai kembali
pada hal-hal yang bikin kamu utuh sebagai manusia. Dan itu semua terjadi
pelan-pelan tanpa kamu sadari.
Lama-lama, proses itu mengubah cara kamu melihat hidupmu
sendiri. Kamu jadi lebih realistis dengan impianmu. Kamu jadi lebih lembut sama
kelemahanmu. Dan kamu jadi lebih stabil ketika sesuatu nggak berjalan sesuai
harapan.
Kamu nggak lagi merasa gagal hanya karena kamu butuh waktu
lebih lama dari orang lain. Kamu nggak lagi merasa aneh karena kamu butuh jeda
lebih banyak daripada orang lain. Kamu mulai paham kalau kamu manusia, bukan
mesin.
Dan menjadi manusia artinya kamu punya ritme, batas, dan
kebutuhan yang unik.
Kamu nggak perlu cepat untuk disebut berkembang — kamu cuma
perlu jujur sama perjalananmu sendiri.
Ketika kamu bisa menerima ritmemu sendiri, langkahmu jadi
lebih yakin. Kamu nggak lagi membandingkan hidupmu dengan orang lain karena
kamu tahu bahwa tiap orang punya ujiannya masing-masing. Kamu juga nggak lagi
terburu-buru mengejar sesuatu hanya karena kamu merasa tertinggal.
Sebaliknya, kamu mulai bersyukur pada hal-hal kecil yang
dulu kamu anggap sepele. Kamu bersyukur ketika kamu bisa istirahat tanpa rasa
bersalah. Kamu bersyukur ketika kamu berhasil melewati hari yang berat. Dan
kamu bersyukur pada dirimu sendiri karena kamu memilih untuk tetap bertahan.
Hal-hal
sederhana itu adalah bukti bahwa kamu berkembang dengan cara yang paling jujur.
Self-growth bukan soal punya hidup yang mulus. Bukan soal
semakin sibuk atau semakin penuh pencapaian. Bukan soal menjawab “apa kabar?”
dengan bangga. Self-growth adalah tentang cara kamu menghadapi hidup dengan
kepala yang lebih jernih dan hati yang lebih siap.
Itu bukan perjalanan yang cepat, tapi perjalanan yang
panjang dan penuh momen kecil yang berarti.
Pada akhirnya, kamu akan sadar bahwa yang kamu butuhkan
bukan hidup yang sempurna. Yang kamu butuhkan adalah versi dirimu yang bisa
menerima realita sambil tetap melangkah. Versi dirimu yang ngerti batasan, tapi
tetap mau mencoba. Versi dirimu yang nggak keras pada diri sendiri, tapi tetap
punya arah.
Dan kalau sekarang kamu lagi ada di fase pelan, itu bukan
akhir. Itu bagian penting yang kamu butuhkan untuk naik level dengan cara yang
nggak bikin kamu hancur di tengah jalan.
Kamu sedang berkembang,
Pelan, tapi nyata.
Diam, tapi kuat.
Dan yang paling penting: kamu sedang jadi diri sendiri.



