2025/08/15

Tim FOMO atau JOMO? Cara Milih Biar Hidup Lebih Tenang

 

Ilustrasi perbandingan FOMO dan JOMO — sisi kiri orang gelisah melihat ponsel penuh notifikasi, sisi kanan orang tenang membaca buku sambil minum kopi dengan cahaya hangat dari jendela.

Pernah nggak, lagi santai di rumah, tiba-tiba buka Instagram dan…

boom! Story teman-teman isinya semua lagi seru-seruan. Ada yang liburan ke pantai, nonton konser, atau nongkrong di kafe yang baru buka.

Dan entah kenapa, hati jadi nggak tenang. Pikiran mulai mikir,
“Kok gue nggak ikut? Jangan-jangan mereka punya cerita seru yang gue bakal nyesel kalau nggak dengar.”

Kalau iya, selamat — kamu barusan mengalami FOMO (Fear of Missing Out).
FOMO bukan penyakit, tapi kalau dibiarkan, dia bisa nyedot energi, waktu, bahkan bikin mood naik-turun.

Tapi di sisi lain, ada juga tipe orang yang merasa santai banget ketika nggak ikut keramaian. Mereka malah bahagia menghabiskan sore dengan secangkir kopi, baca buku, atau nonton film favorit sendirian.
Itu namanya JOMO (Joy of Missing Out).

Pertanyaannya: harus pilih yang mana?
Jawaban singkatnya: nggak harus pilih salah satu, tapi kita harus pintar ngatur porsinya.


FOMO: Seru, tapi Kok Capek?

FOMO muncul karena kita nggak mau ketinggalan sesuatu. Bisa momen, info, gosip, atau peluang. Sumbernya bisa macam-macam: media sosial, obrolan teman, atau bahkan iklan yang sengaja bikin kita merasa “tertinggal” kalau nggak ikut.

Kelebihan FOMO

  • Selalu update sama tren terbaru.

  • Punya banyak cerita untuk dibagikan.

  • Bisa memperluas jaringan sosial.

Misalnya, ikut acara networking bisa bikin kamu ketemu orang-orang yang bermanfaat untuk karier. Atau nyobain tren baru bisa bikin kamu punya pengalaman unik yang nggak semua orang rasain.

Kekurangan FOMO

  • Cemas tiap kali ketinggalan info.

  • Overcommitment — ikut semua acara, walaupun capek.

  • Kurang fokus sama hal yang benar-benar penting.

Contoh: kamu sebenarnya butuh istirahat setelah seminggu kerja, tapi karena semua teman update lagi di tempat hits, kamu ikut juga. Pulangnya malah badan pegal, tidur kurang, dan besoknya kerja jadi berantakan.


JOMO: Tenang, tapi Jangan Kebablasan

JOMO itu kemampuan menikmati ketidakhadiran tanpa rasa bersalah. Artinya, kamu sadar bahwa nggak ikut itu kadang lebih sehat untuk pikiran, tubuh, dan dompet.

Kelebihan JOMO

  • Pikiran lebih rileks.

  • Waktu dan energi fokus ke hal yang berarti.

  • Relasi lebih berkualitas karena pilihannya selektif.

Misalnya, kamu memilih nggak ikut pesta yang nggak terlalu penting, tapi memanfaatkan waktu untuk ngobrol mendalam sama sahabat dekat.

Kekurangan JOMO

  • Kalau kebablasan, bisa bikin kamu terisolasi.

  • Bisa kehilangan peluang penting.

Kadang kita perlu keluar dari zona nyaman, meski awalnya nggak terasa penting.


Kenapa Kita Terjebak di Salah Satunya?

  1. Tekanan sosial — kita nggak mau dibilang “kurang gaul” atau “anti-sosial”.

  2. Fear of regret — takut nyesel kalau nggak ikut.

  3. Kebiasaan — ada orang yang udah terbiasa selalu hadir, atau sebaliknya, selalu absen.

Manusia itu butuh keseimbangan antara bersosialisasi dan punya ruang pribadi. Kalau satu sisi mendominasi, hidup jadi nggak seimbang.


Cara Menemukan Porsi yang Pas

Bayangin hidup kayak bikin kopi susu.
Kebanyakan kopi → pahit.
Kebanyakan susu → hambar.
Pas perbandingannya → nikmat.

Begitu juga sama FOMO dan JOMO.
Kadang perlu ikut ramai-ramai biar dapat peluang dan pengalaman baru. Kadang perlu sendirian biar punya ruang untuk merenung dan recharge energi.


7 Cara Mengatur FOMO dan JOMO Biar Hidup Tenang

1. Tanya alasan sebelum ikut
“Aku mau ikut karena pengen atau cuma takut ketinggalan?” Kalau jawabannya cuma takut, berarti itu FOMO murni.

2. Batasi konsumsi media sosial
Medsos itu BBM buat FOMO. Scroll secukupnya, jangan sampai nyamberin pikiran tiap jam.

3. Buat daftar prioritas
Kalau tahu tujuan hidup, kamu nggak gampang kebawa arus tren.

4. Rayakan me-time tanpa rasa bersalah
Baca buku, olahraga, atau masak resep baru. Ini bukan tanda kamu anti-sosial, tapi bagian dari self-care.

5. Pilih acara dengan selektif
Nggak semua undangan harus diterima. Pilih yang benar-benar penting atau yang beneran kamu nikmati.

6. Latih mindfulness
Hidup di momen sekarang. Nikmati apa yang sedang kamu lakukan, tanpa terganggu pikiran “di luar sana ada apa”.

7. Bandingkan dengan versi dirimu sendiri, bukan orang lain
Medsos sering cuma menunjukkan highlight hidup orang lain. Bandingkan progres dengan dirimu kemarin, bukan feed orang lain.


Tanda Kamu Perlu Lebih JOMO

  • Merasa capek walau sering hangout.

  • Susah tidur karena mikirin acara atau tren.

  • Sering bilang “iya” padahal nggak mau.

Kalau 2–3 tanda ini kamu rasakan, mungkin waktunya tarik rem dan kasih ruang untuk diri sendiri.


Tanda Kamu Perlu Lebih FOMO (dalam porsi sehat)

  • Jarang keluar rumah tanpa alasan jelas.

  • Nggak tahu kabar atau tren yang lagi ramai.

  • Kehilangan koneksi dengan teman lama.

Kalau iya, mungkin kamu terlalu nyaman di zona JOMO dan perlu keluar sekali-kali.


Latihan Kecil untuk Menemukan Keseimbangan

  • Eksperimen 30 hari: catat semua kegiatan sosial dan me-time, lalu lihat proporsinya.

  • Terapkan aturan 24 jam: sebelum menerima ajakan, beri jeda sehari untuk memutuskan.

  • Jadwalkan JOMO: sisihkan waktu khusus untuk istirahat, seperti kamu menjadwalkan rapat.


Kenapa Tenang Itu Bukan Kemewahan

Banyak orang mikir ketenangan itu cuma bisa didapat setelah semua urusan selesai. Padahal, tenang itu hasil dari keputusan kecil yang kita buat setiap hari.

Kadang ikut ramai-ramai itu seru, kadang sendirian itu perlu. Yang penting, kamu yang memegang kendali — bukan rasa takut ketinggalan atau gengsi untuk ikut tren.

Kalau porsi FOMO dan JOMO pas, kamu bisa menikmati hidup dengan ritme yang sehat, tetap terhubung dengan orang lain, dan punya waktu untuk dirimu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hidupmu Penuh Tapi Gak Kerasa? Waspada Digital Clutter!

Pernah nggak kamu ngerasa otak penuh padahal nggak ada hal besar yang sedang terjadi? Anehnya, bukan karena masalah besar atau tugas kampus ...