2025/08/02

Kita Gak Cuma Korban, Tapi Pencipta Hidup Kita Sendiri — Ini Cara Pelan-Pelan Ambil Kendali

 

Seorang anak muda berdiri di persimpangan dengan ransel dan kuas, menggambar jalannya sendiri di bawah langit senja.

“Hidup bukan soal menunggu badai reda, tapi tentang belajar menari di tengah hujan.”
— Vivian Greene

Kadang kita ngerasa dunia terlalu cepat berubah, dan kita cuma bisa ikut.
Terlalu banyak hal yang di luar kendali: keadaan keluarga, ekonomi, trauma, ekspektasi orang lain. Lama-lama, kita terbiasa jadi penerima. Pasrah. Diam. Dan hidup pun terasa kayak ditentukan sepenuhnya oleh keadaan.

Tapi bener gak sih, kita cuma korban keadaan?

Apa benar gak ada ruang buat kita menciptakan hidup yang kita mau—meski pelan-pelan, meski kecil?

Jawabannya: ada.
Karena kita ini bukan cuma penerima. Kita juga pencipta. Dan meskipun gak semuanya bisa kita kendalikan, tapi selalu ada satu hal yang bisa: cara kita menjalaninya.


 Kendali itu bukan tentang mengubah segalanya, tapi memilih sikap dalam keterbatasan

Dua orang duduk di halte hujan. Satu tersenyum dan membuka payung, satu lagi menutup wajah menahan hujan.

“Kamu mungkin gak bisa mengontrol arah angin, tapi kamu bisa belajar mengatur layar kapalnya.”

Gak semua hal dalam hidup bisa kita tentukan. Kita gak bisa milih lahir di mana, besar di lingkungan seperti apa, atau mengalami peristiwa yang terjadi di luar kuasa kita. Tapi itu bukan akhir dari segalanya. Justru di situlah pilihan pertama muncul: mau menyerah atau mau menyikapi?

Banyak orang berpikir mengambil kendali itu harus dengan keputusan besar—pindah kota, keluar kerja, memulai sesuatu yang besar. Padahal, kadang kendali justru muncul dari hal-hal kecil. Memilih bangun pagi walau semalam nangis. Memilih tetap bersikap baik saat hati lagi penuh amarah. Memilih menulis jurnal di malam yang sepi, hanya agar diri sendiri gak hilang.

Kita sering ngeremehin pilihan-pilihan sederhana. Tapi justru dari sanalah hidup terbentuk.
Setiap keputusan kecil, setiap respons yang kita pilih, setiap sikap yang tetap kita pegang di tengah kekacauan—itu semua adalah bentuk kendali.

Dan itu juga bentuk mencipta. Karena tanpa sadar, kita sedang membentuk versi hidup yang kita pilih untuk jalani.


Ambil jarak dari suara luar, biar kamu bisa dengar suara diri sendiri

Seseorang duduk di taman dengan balon kata-kata sosial di sekelilingnya, memejamkan mata dan mendengarkan suara hati sendiri.

“Kalau kamu gak ngarahin hidupmu sendiri, orang lain akan ngelakuinnya buat kamu.”
— Tony Robbins

Di usia 20-an, suara dari luar kadang lebih kencang daripada suara dari dalam.
Ada ekspektasi dari orang tua, standar dari sosial media, cerita sukses dari teman-teman yang bikin kita merasa ketinggalan. Tanpa sadar, kita mulai ngerasa harus ikut. Harus cepat. Harus keren. Harus berhasil.

Tapi gimana caranya mau mencipta hidup sendiri, kalau kita sendiri gak tahu apa yang benar-benar kita inginkan?

Di sinilah pentingnya diam. Menepi. Menyepi.
Kadang, kita perlu ambil jarak dari semua suara luar itu, bukan karena kita lari, tapi supaya kita bisa denger suara kita sendiri lagi. Apa yang sebenarnya kita butuhkan? Apa yang bikin kita tenang? Siapa yang benar-benar kita mau jadi?

Mengambil kendali bukan selalu soal “tahu pasti mau ke mana.”
Kadang cukup dengan tahu: “Aku gak mau lagi hidup berdasarkan ekspektasi orang lain.”

Dan dari situ, kamu mulai mencipta ulang arah hidupmu. Bukan lagi pakai peta orang, tapi kompas diri sendiri.


 Kendali juga dimulai dari memilih untuk tetap hadir… bahkan saat semua orang pergi

Seseorang duduk di ruangan remang dengan lilin menyala di depannya, menatap dengan senyum kecil.

“Kalau gak ada orang yang percaya padamu, setidaknya kamu jangan ikut ninggalin dirimu sendiri.”

Kita semua pasti pernah ngerasa ditinggalkan.
Entah oleh teman yang berubah, keluarga yang gak ngerti, atau pasangan yang pergi tanpa banyak alasan. Rasanya kayak kamu berdiri di tengah lapangan kosong. Sunyi. Dan yang lebih menyakitkan, kamu gak tahu harus lari ke mana.

Tapi dalam kesendirian itu, kamu bisa mulai kenal sama satu sosok yang paling penting dalam hidupmu: diri sendiri.

Mungkin kamu belum sembuh. Mungkin masih sering nangis. Tapi kamu tetap hadir. Kamu tetap bangun. Kamu tetap nyalain lampu, meski gak ada yang liat. Dan itu, Edi, adalah salah satu bentuk penciptaan paling sunyi… tapi paling kuat.

Kamu menciptakan ruang untuk tetap tumbuh. Kamu menciptakan batas, kenyamanan, dan kekuatan yang gak bergantung pada siapa pun.
Kamu boleh kehilangan orang-orang, tapi jangan sampai kamu kehilangan dirimu sendiri.


 Menerima kenyataan bukan tanda menyerah, tapi langkah pertama buat mencipta ulang

Tangan seseorang sedang menyusun puzzle retak dan menambahkan bagian baru dengan pola berbeda.

“Penerimaan bukan akhir dari perjuangan. Tapi titik di mana kamu mulai membangun dari puing yang tersisa.”

Kita sering diajarin bahwa menerima itu pasrah.
Padahal, menerima kenyataan justru butuh kekuatan yang besar. Karena butuh keberanian untuk bilang, “Ya, ini hidupku sekarang. Dan aku gak akan pura-pura lagi.”

Penerimaan adalah titik hening sebelum perubahan.
Bukan karena kamu menyerah, tapi karena kamu berhenti melawan hal yang gak bisa diubah, dan mulai fokus pada hal-hal yang masih bisa kamu bentuk.

Menerima gak berarti diam. Tapi memilih tempat yang tenang untuk mulai membangun.
Dan dari situ, kamu mulai menciptakan hidup yang sesuai dengan ritmemu sendiri—bukan karena kamu ingin cepat, tapi karena kamu tahu apa yang penting.


 Setiap pilihan kecil hari ini, adalah bagian dari hidup yang sedang kamu ciptakan

Tangan sedang menanam biji di tanah, dan tunas kecil tumbuh dengan label harapan dan kesadaran.

“Hidupmu adalah akumulasi dari keputusan kecil yang kamu pilih tiap hari.”

Banyak orang nunggu momen besar: perubahan drastis, rezeki nomplok, titik balik hidup. Tapi kenyataannya, hidup gak dibentuk dari momen besar itu aja. Hidup dibentuk dari hal kecil yang terus kita ulang:
Cara kita merespons stres.
Cara kita memperlakukan diri sendiri.
Cara kita ngomong ke hati saat gagal.

Kita mencipta bukan dari keberhasilan besar, tapi dari kebiasaan sadar.
Dan kamu bisa mulai kapan aja. Gak perlu nunggu semuanya siap. Gak perlu nunggu semua orang setuju.

Hari ini, kamu bisa milih satu langkah.
Bikin satu keputusan kecil.
Menuliskan satu hal yang kamu syukuri.
Atau sekadar memaafkan dirimu karena belum sempat jadi apa-apa.

Itu semua juga bentuk kendali. Dan itu semua juga bagian dari hidup yang kamu bentuk dengan tangan sendiri.


Mungkin kamu gak bisa ubah masa lalu.
Mungkin kamu masih belum tahu persis mau ke mana.
Tapi satu hal ini tetap benar: kamu bisa tetap memilih.

Dan dalam setiap pilihan yang kamu buat dengan sadar, kamu sedang menciptakan hidupmu sendiri.
Bukan karena kamu harus hebat. Tapi karena kamu layak punya hidup yang kamu bentuk sendiri. 🌿

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hidupmu Penuh Tapi Gak Kerasa? Waspada Digital Clutter!

Pernah nggak kamu ngerasa otak penuh padahal nggak ada hal besar yang sedang terjadi? Anehnya, bukan karena masalah besar atau tugas kampus ...