2025/06/08

Ketika Perasaan Datang Tanpa Alasan, Barangkali Itu Cara Diri Kita Bilang “Lihat Aku, Dong”

 

Seorang duduk sendiri di ruangan kosong dengan cahaya lembut dari jendela. Ia memegang cangkir, menatap hampa, dengan bayangan samar dirinya berdiri di belakang—seolah sedang memperhatikannya. Suasana menggambarkan keheningan batin dan rasa kosong tanpa sebab yang jelas.

“Gak semua rasa harus punya nama. Kadang dia cuma pengin disadari.” — anonim

Ada hari-hari yang datang tanpa suara.
Pagi yang tenang, rutinitas berjalan seperti biasa, gak ada masalah besar. Tapi entah kenapa, rasanya kayak ada yang menggantung di dada.
Bukan sedih. Tapi juga bukan bahagia. Kayak… kosong.

Dan anehnya, kita gak tahu harus cerita ke siapa.
Karena gak ada “alasan kuat” untuk merasa seperti ini.

Tapi kalau dipikir-pikir, mungkin ini bukan masalah harus cerita ke siapa.
Mungkin ini tentang: kapan terakhir kali kita dengerin isi hati sendiri?


Terlalu sering jalan cepat, kita lupa mampir ke dalam diri sendiri

Seseorang berjalan tergesa di trotoar kota, dikelilingi bayangan orang-orang yang juga terburu-buru. Di tengah keramaian, tampak satu versi dirinya duduk tenang di bangku taman, memandang langit, seperti menunggu untuk didengarkan.

“Kita bisa ke mana-mana, tapi tetap kehilangan arah kalau gak tahu lagi mau pulang ke mana.” — Dee Lestari

Dulu, aku pernah ngerasa kayak gini di tengah malam.
Semua orang udah tidur, tapi pikiranku masih ramai.
Bukan mikirin tugas, bukan deadline, bukan masalah cinta-cintaan. Tapi kayak... ada yang kosong, dan aku gak tahu apa.

Aku buka catatan di HP. Tulis satu kalimat: “Kenapa ya, aku ngerasa kosong?”
Terus diem. Gak ada jawaban.
Dan waktu itu, aku baru sadar: selama ini aku terlalu sibuk jalan, sampai lupa duduk dan nanya, “Aku lagi ke mana sih sebenernya?”

Mungkin kita semua pernah kayak gini.
Terlalu sibuk jadi versi “bermanfaat” dari diri kita: yang bisa diandalkan, yang gak bikin repot, yang keliatan tegar.
Sampai akhirnya lupa nanya: aku sebenarnya masih baik-baik aja gak, sih?


Rasa yang gak jelas bukan berarti gak penting

Wajah seseorang terlihat dalam pantulan cermin yang buram dan berkabut. Di atas kaca tertulis samar dengan jari, “apa yang kamu rasakan?” Menggambarkan kebingungan dalam memahami emosi, tapi tetap mencoba mengenalinya.

“Kalau kamu gak ngerti apa yang kamu rasain, bukan berarti kamu salah. Mungkin kamu cuma perlu lebih tenang dengerinnya.” — Morgan Harper Nichols

Kita hidup di dunia yang suka kejelasan.
Semua harus bisa dijelaskan: kenapa kamu sedih, kenapa kamu capek, kenapa kamu gak semangat.
Tapi kenyataannya, gak semua perasaan datang dengan alasan yang jelas.

Kadang kita cuma ngerasa lelah. Bukan karena aktivitasnya berat, tapi karena terlalu banyak mikir.
Kadang kita ngerasa hampa. Bukan karena hidupnya kosong, tapi karena hati kita udah penuh sama hal-hal yang gak kita sadari.

Rasa yang gak jelas itu bisa jadi sinyal.
Sinyal bahwa ada bagian dari diri kita yang terlalu lama disimpan, ditekan, atau bahkan gak pernah didengar.

Dan justru karena gak jelas, kita jadi ragu buat ngakuin.
Padahal valid, loh.
Kamu boleh ngerasa aneh tanpa harus punya alasan logis.


Bisa jadi, kamu gak lelah karena kerjaan… tapi karena harus terus kuat

Seorang duduk di meja kerja dengan senyum di wajahnya, namun bayangan di dinding memperlihatkan tubuhnya membungkuk lelah sambil memegang kepala. Ilustrasi ini menyorot kontras antara wajah yang ditampilkan dan kelelahan batin yang tersembunyi.

“Berpura-pura gak apa-apa, itu pekerjaan penuh waktu.” — Nayyirah Waheed

Salah satu lelah paling berat adalah lelah karena harus kuat terus.
Gak semua orang ngerti capeknya jadi “anak baik”, “teman penolong”, atau “yang bisa diandalkan.”
Karena jadi kuat itu sering kali artinya: menunda cerita sendiri demi dengerin cerita orang lain.

Tapi siapa yang dengerin kamu?

Kadang kita ngebangun benteng biar orang gak khawatir. Tapi lama-lama benteng itu jadi penjara.
Dan perasaan-perasaan kecil yang kita tekan terus-menerus, suatu hari bisa meledak tanpa aba-aba.

Makanya kalau tiba-tiba kamu ngerasa aneh—padahal gak ada alasan jelas—mungkin itu alarm tubuhmu yang bilang: “Udah ya, jangan pura-pura kuat terus.”


Rasa-rasa kecil yang diabaikan bisa tumbuh jadi luka yang gak kelihatan

Tanaman liar tumbuh dari celah lantai retak di sebuah taman kecil. Di bawah retakan, tampak samar potongan puzzle berbentuk hati tersembunyi. Gambar ini menyimbolkan luka emosional yang tumbuh diam-diam dari rasa-rasa kecil yang tak pernah dihiraukan.

“The feeling you can’t name might be the part of you that needs love the most.” — Yung Pueblo

Aku pernah ngobrol sama seorang teman yang bilang:
“Gue gak kenapa-kenapa, tapi tiap bangun tidur rasanya kayak pengin ngilang.”
Padahal kerjaannya oke, keluarganya baik, temannya banyak. Tapi tetap aja ada ruang kosong yang gak bisa dijelasin.

Aku tanya, “Kamu pernah berhenti dan nanya ke diri sendiri, kamu butuh apa?”
Dia diem lama. Terus bilang, “Belum pernah. Selalu takut ketemu jawabannya.”

Dan di situ aku sadar: banyak dari kita gak takut sedih, tapi takut jujur.
Takut kalau ternyata kita gak sekuat yang kita pikir.
Takut kalau ternyata kita butuh lebih banyak pelukan dari yang kita akui.

Perasaan-perasaan itu gak muncul untuk dilawan. Tapi buat dikenali.
Biar kita tahu, bagian mana dari diri kita yang selama ini paling butuh disayangi.


Kadang, kita cuma butuh diam dan dengerin diri sendiri tanpa tergesa

Seseorang duduk di lantai kamar dengan cahaya lampu hangat. Matanya terpejam, ada buku catatan di pangkuannya, dikelilingi benda-benda personal seperti bantal, lilin, dan tanaman kecil. Ilustrasi ini memancarkan ketenangan dan ruang untuk mendengar isi hati.


“You don’t always need to figure it out. Sometimes you just need to feel it.” — Brianna Wiest

Kamu gak harus selalu produktif buat merasa berarti.
Gak harus selalu semangat buat dibilang sehat.
Gak harus selalu punya jawaban untuk tiap perasaan.

Coba sekali-sekali duduk.
Tutup layar. Turunin bahu. Hening sebentar.

Lalu tanya:
“Kamu lagi kenapa?”
Bukan untuk dijawab cepat. Tapi untuk didengarkan.
Dan percaya deh, kadang hal paling menyembuhkan bukan solusi… tapi keberanian buat hadir penuh di hadapan rasa sendiri.


Kalau hari ini kamu ngerasa aneh, gak apa-apa.
Kalau kamu gak tahu kenapa sedih, gak apa-apa.
Kalau kamu butuh diem tanpa ditanya-tanya, itu valid.

Perasaanmu gak harus bisa dijelaskan untuk bisa diterima.
Cukup kamu hadir. Dengerin. Peluk diri kamu sendiri sebentar.

Karena bisa jadi, rasa itu cuma pengin bilang:

“Aku masih di sini. Tolong, jangan pergi dari aku.”

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hidupmu Penuh Tapi Gak Kerasa? Waspada Digital Clutter!

Pernah nggak kamu ngerasa otak penuh padahal nggak ada hal besar yang sedang terjadi? Anehnya, bukan karena masalah besar atau tugas kampus ...