Kadang kamu udah capek-capek nahan emosi, sabar sama orang,
bantuin tanpa pamrih, tapi rasanya kayak cuma jadi latar. Orang nggak ngelihat.
Dunia kayaknya lebih tertarik sama yang paling bersinar, paling vokal, paling
"wah."
Terus kamu mulai mikir: apa gunanya jadi baik?
Bukan karena kamu pengen dipuji. Tapi karena dalam hati
kecilmu, kamu pengin banget dipercaya, dihargai, dianggap. Tapi semakin kamu
diem, semakin kamu ngalah, semakin kamu ngerasa dilangkahin. Dan rasa sakit
itu... diem-diem numpuk.
Makanya tulisan ini bukan buat ngajarin kamu harus gimana.
Tapi buat nemenin kamu mikir bareng. Karena mungkin kita nggak sendirian
ngerasa kayak gini.
Kebaikan yang nggak kelihatan, tetap ada nilainya
"Banyak orang baik yang nggak viral, tapi mereka yang bikin hidup kita tetap waras."
Dunia ini ribut banget. Sosial media bikin semua orang
pengen nunjukin sisi paling hebatnya. Tapi kamu tahu apa yang bikin kita bisa
tetap napas di tengah hiruk-pikuk itu? Orang-orang yang diam-diam baik. Yang
nggak nyari panggung, tapi tetap hadir waktu kita butuh.
Masalahnya, kebaikan itu sering nggak kelihatan. Karena
bentuknya kecil. Nggak dramatis. Cuma sekadar nanya "kamu capek
nggak?" atau diam-diam bantuin tanpa bilang-bilang. Tapi justru kebaikan
kayak gitu yang kadang nyelametin kita dari putus asa.
Kita emang nggak bisa ngukur nilai dari sesuatu yang nggak
kelihatan. Tapi bukan berarti itu nggak ada. Kadang, jadi baik itu kayak
ngejaga api kecil di tengah angin kencang. Nggak mencolok. Tapi tetap bikin
hangat.
Dan hebatnya lagi, mereka yang bisa tetap baik tanpa harus
nunjukin, biasanya adalah yang paling sadar siapa diri mereka. Yang nggak butuh
validasi dari luar buat terus melangkah. Karena mereka tahu, kebaikan bukan
buat pamer, tapi buat bertahan.
Hebat di mata dunia, belum tentu berarti di hati orang lain
"Kadang yang hebat itu cuma kelihatan kuat, padahal hampa."
Orang yang kelihatan hebat di luar sana—punya jabatan,
followers banyak, achievement segunung—belum tentu ngerasa penuh di dalam.
Banyak dari mereka yang kesepian, ngerasa nggak cukup, bahkan kehilangan diri
sendiri.
Bukan berarti kita jadi anti sama yang hebat. Tapi kadang,
definisi hebat itu terlalu sempit. Seolah-olah cuma yang perform-nya tinggi
yang layak disorot. Padahal jadi orang baik juga butuh keberanian. Butuh
pilihan sadar untuk nggak ikutan nyakitin walau disakiti.
Dan lucunya, saat hidup lagi jatuh-jatuhnya, yang kita cari
bukan orang yang paling keren. Tapi yang bisa dengerin tanpa nge-judge. Yang
bisa duduk bareng tanpa ngerasa lebih tahu. Itu bukan soal siapa yang paling
hebat. Tapi siapa yang paling tulus.
Orang yang tulus kadang justru lebih kuat dari yang
kelihatan garang. Karena mereka tahu luka, pernah patah, dan tetap memilih
nggak jadi pahit. Dan itu, menurutku, lebih layak dihormati daripada sekadar
pencapaian yang kelihatan.
Jadi baik itu nggak bodoh, itu keputusan yang kuat
"Yang paling diam, seringkali yang paling sadar apa yang sedang dia hadapi."
Nggak sedikit orang yang ngeremehin orang baik. Dibilang
terlalu lembek, nggak ambisius, gampang dimanfaatin. Padahal, buat tetap jadi
baik di dunia yang penuh luka, itu nggak gampang. Justru itu butuh kekuatan.
Orang baik bukan berarti nggak punya batas. Bukan berarti
harus terus ngalah atau ngerelain segalanya. Tapi mereka tahu kapan harus
bilang cukup, tanpa harus nyakitin balik. Dan itu nggak semua orang bisa
lakuin.
Kalau kamu pernah ngerasa lelah jadi baik, itu wajar. Tapi
jangan buru-buru mikir kamu lemah. Mungkin kamu justru kuat banget karena bisa
bertahan tanpa harus berubah jadi orang yang sama kayak mereka yang nyakitin
kamu.
Kebaikan itu bukan kelemahan. Itu komitmen. Komitmen buat
nggak nambahin luka baru, bahkan saat kamu sendiri lagi berdarah. Dan hanya
orang-orang tertentu yang bisa konsisten sama komitmen itu.
Dunia mungkin nggak selalu adil, tapi kamu bisa tetap waras
"Jadi baik bukan soal pamer. Tapi soal kompas."
Iya, dunia nggak selalu ngasih panggung buat orang yang
paling tulus. Kadang yang paling nyebelin malah yang paling dapet spotlight.
Tapi apa kita harus jadi kayak mereka biar dianggap?
Nggak harus. Karena jadi baik itu bukan buat dunia. Tapi
buat kita sendiri. Buat ngerasa damai waktu kepala ditaruh di bantal. Buat
nggak kehilangan arah di tengah semua tekanan.
Kita nggak bisa kontrol siapa yang dihargai. Tapi kita bisa
pilih siapa kita mau jadi. Dan kalau kamu memilih untuk tetap baik, meski dunia
nggak selalu ngerti... kamu luar biasa.
Dan kamu nggak sendirian.
Kalau dunia nggak bisa kasih ruang buat kamu yang tulus,
bukan berarti kamu salah tempat. Mungkin kamu justru jadi bagian dari sedikit
orang yang bikin dunia ini tetap bisa dipercaya. Dan itu, percaya deh, lebih
berarti dari yang kamu kira.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar