Kita hidup di era di mana cahaya biru dari layar sering jadi
teman paling setia sebelum tidur. Mau itu scroll TikTok, balas chat, nonton
drama, atau sekadar ngecek notifikasi, semua terasa kecil tapi efeknya besar:
waktu tidur berkurang, kualitas istirahat menurun. Padahal, tubuh kita nggak
bisa dibohongi—kalau kurang tidur, mood amburadul, fokus buyar, bahkan badan
bisa sakit-sakitan.
Pertanyaannya, gimana caranya bisa tidur nyenyak di tengah
dunia yang selalu online ini? Jawabannya ada di konsep sederhana tapi powerful:
sleep hygiene.
Kenapa tidur jadi sering kacau di era screen time?
Tidur seharusnya jadi momen paling sederhana untuk
menyembuhkan diri. Dalai Lama pernah bilang, “Sleep is the best meditation.”
Tapi meditasi itu justru sering terampas oleh layar yang terlalu lama kita
tatap.
Niatnya cuma lima menit buka HP sebelum tidur, tapi
ujung-ujungnya satu jam lewat tanpa sadar. Cahaya biru dari gadget memperlambat
produksi melatonin—hormon alami yang bikin kita ngantuk. Akhirnya, meski badan
udah capek, otak tetap aktif dan susah istirahat.
Notifikasi yang terus muncul juga bikin otak merasa harus
selalu waspada. Kalau ini jadi kebiasaan, tidur makin malam, bangun makin
sulit, dan siklus tidur pun berantakan. Dari sini kita sering sadar: tubuh
ingin istirahat, tapi pikiran belum rela menyerah.
Apa itu sleep hygiene?
Kalau dipikir-pikir, tubuh kita satu-satunya rumah yang akan
selalu kita tinggali. Jim Rohn pernah mengingatkan, “Take care of your body.
It’s the only place you have to live.” Nah, salah satu cara merawat rumah
itu adalah dengan sleep hygiene.
Sleep hygiene bukan sekadar tidur cepat, tapi tentang
kebiasaan sehat yang menyiapkan tubuh dan pikiran untuk benar-benar bisa
istirahat. Bayangin seperti ritual kecil yang memberi sinyal pada otak: sudah
waktunya berhenti bekerja dan mulai tenang.
Semakin konsisten kita melakukannya, semakin tubuh belajar
mengenali pola. Bangun pagi jadi lebih segar, mood stabil, dan energi buat
aktivitas sehari-hari pun penuh.
Cara praktis membangun sleep hygiene di era digital
1. Batasi screen time sebelum tidur
Ada kalimat bijak dari Anne Lamott yang bilang, “Almost
everything will work again if you unplug it for a few minutes, including you.”
Kadang, kita cuma butuh berhenti sebentar agar bisa berfungsi kembali, termasuk
dengan tidur.
Mulai dari hal kecil: kurangi interaksi dengan layar minimal
30–60 menit sebelum tidur. Ganti scrolling medsos dengan baca buku ringan,
journaling, atau dengar musik santai. Kalau sulit, aktifkan fitur night mode
atau blue light filter. Perlahan, otak akan belajar untuk lebih cepat
rileks.
2. Ciptakan ritual sebelum tidur
Kebiasaan kecil bisa jadi sinyal besar buat otak. Misalnya,
minum teh hangat tanpa kafein, stretching ringan, atau menulis sedikit catatan
syukur. Dengan ritual yang sama setiap malam, tubuh akan lebih mudah masuk ke
mode istirahat.
Seperti yang sering Kadika sampaikan, kita butuh momen jeda.
Ritual sebelum tidur adalah jeda itu—pemisah antara hari yang melelahkan dengan
dunia mimpi yang menenangkan. Tanpa jeda, kita hanya terus berlari tanpa pernah
berhenti.
3. Jaga lingkungan kamar tetap nyaman
Tidur nyenyak juga soal ruang. Mesut Barazany pernah bilang,
“Your future depends on your dreams, so go to sleep.” Dan mimpi hanya
bisa datang kalau tempat tidurmu benar-benar mendukung.
Pastikan kamar nyaman: kasur bersih, suhu pas, cahaya minim,
dan jauh dari kebisingan. Jangan jadikan kamar sebagai kantor kedua, karena
otak akan kesulitan membedakan fungsi ruang. Kamar harus identik dengan
istirahat, bukan kerja.
4. Konsisten dengan jam tidur
Tubuh punya jam biologis yang butuh kestabilan. Kalau jam
tidur berantakan, tubuh ikut bingung. Biasakan tidur dan bangun di jam yang
sama setiap hari, bahkan saat akhir pekan.
Awalnya memang susah, apalagi kalau terbiasa begadang. Tapi
begitu ritme terbentuk, tubuh akan otomatis memberi sinyal ngantuk di jam
tertentu. Seperti alarm alami, tapi lebih lembut dan sehat.
5. Kurangi kafein dan heavy meal di malam hari
Kopi malam-malam memang menggoda, tapi efeknya bisa bikin
mata tetap melek sampai larut. Sama halnya dengan makan berat sebelum tidur,
tubuh jadi sibuk mencerna, bukan beristirahat.
Kalau lapar malam, pilih camilan ringan: buah, yogurt, atau
kacang. Sederhana, sehat, dan nggak bikin tubuh kerja keras.
6. Gunakan teknologi dengan bijak
Ironisnya, teknologi bisa jadi masalah sekaligus solusi.
Kita bisa pakai aplikasi meditasi, white noise, atau sleep tracker untuk
membantu mengenali pola tidur. Bedanya, ini penggunaan yang terarah, bukan
sekadar scrolling tanpa tujuan.
Kuncinya tetap sama: kita yang mengendalikan, bukan gadget.
Karena pada akhirnya, kualitas tidur bergantung pada keputusan kita untuk
benar-benar berhenti sejenak dari dunia digital.
Tidur itu investasi, bukan sekadar istirahat
Ada pepatah Irlandia yang bilang, “A good laugh and a
long sleep are the two best cures for anything.” Dan memang, tidur cukup
bukan cuma bikin nggak ngantuk, tapi juga menjaga daya tahan tubuh,
produktivitas, bahkan kualitas hubungan dengan orang lain.
Tidur cukup membuat kita lebih sabar, lebih fokus, dan lebih
kuat menghadapi stres. Di era screen time ini, tidur bisa jadi bentuk
perlawanan kecil: ketika dunia memaksa kita untuk terus online, kita memilih
istirahat karena sadar tubuh juga punya hak.
Menutup hari dengan damai
Tidur itu momen melepaskan kontrol. Setelah seharian
berjuang, kita akhirnya percaya bahwa besok masih bisa diperbaiki. Dengan sleep
hygiene, tidur berubah dari rutinitas biasa menjadi ritual penuh makna.
Bayangkan bangun pagi dengan hati lebih ringan dan pikiran
lebih jernih. Itu bukan kemewahan, tapi hak yang bisa kita perjuangkan. Karena
pada akhirnya, tidur adalah bentuk paling sederhana dari cinta kepada diri
sendiri.
💡 Kalau kamu sudah coba
sleep hygiene tapi tetap kesulitan tidur, jangan ragu konsultasi dengan
profesional. Kadang, masalah tidur punya akar kesehatan yang lebih dalam dan
butuh penanganan serius.